Suku Bajo adalah suku pengembara laut. Pada awalnyanya mereka hidup diatas perahu, berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Meski saat ini banyak warga suku Bajo yang tinggal di daratan, kehidupan mereka tidak bisa dipisahkan dari laut. Di Indonesia, permukiman suku Bajo dapat ditemukan di beberapa daerah. Suku Bajo di pulau Lombok ditemukan disebuah kampung di kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur sedangkan di Pulau Sumbawa, mereka dapat dijumpai di Pulau Moyo dan sekitarnya, serta kawasan Bima di sebelah Timur Sumbawa. Di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur terdapat kota bernama Labuhan Bajo salah satu tempat orang bajo yang dapat dijumpai sepanjang pesisir Kabupaten Manggarai Barat hingga Flores Timur. Di Sulawesi, suku bajo menyebar di beberapa propinsi yaitu Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara serta Sulawesi Selatan. Di Gorontalo, suku Bajo terdapat di sepanjang pesisir teluk tomini yaitu di Torosiaje, Kec. Popayato Induk Kabupaten Pohuwato.
Dibandingkan dengan permukiman suku Bajo di daerah lain, permukiman suku Bajo di Torosiaje memiliki keunikan tersendiri yaitu permukiman tersebut dibangun di atas laut yang benar-benar terpisah dari daratan. Torosiaje terletak di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, kurang lebih 300 km ke arah barat kota Gorontalo. Terdapat jalan darat relatif mulus yang menghubungkan Kota Gorontalo dengan Desa Torosiaje. Ada dua perkampungan suku Bajo di Torosiaje. Pertama yaitu perkampungan suku Bajo di Torosiaje Jaya yang terletak di daratan, dan yang kedua perkampungan suku Bajo yang terletak di atas laut yaitu Desa Torosiaje laut.
Perkampungan suku Bajo di Torosiaje memiliki bentuk menyerupai huruf U yang terbuka ke arah laut, yang dapat dicapai dari dermaga penyeberangan di Desa Torosiaje Jaya dengan menggunakan perahu selama kurang lebih 15 menit. Cikal bakal perkampungan Suku Bajo di Torosiaje telah dimulai sejak tahun 1901. Pada awalnya mereka adalah sekumpulan pengembara yang tinggal di atas rumah perahu atau Soppe. Karena timbul keinginan untuk menetap akhirnya mereka membangun rumah panggung dari kayu di atas laut. Seiring dengan berjalannya waktu, populasi orang Bajo di Torosiaje semakin meningkat. Saat ini Desa Torosiaje laut memiliki jumlah penduduk mencapai kurang lebih 1300 jiwa.
Sebagai sebuah wilayah perkampungan, perkampungan suku Bajo di Torosiaje laut memiliki fasilitas cukup lengkap meski letaknya di laut. Di wilayah perkampungan tersebut terdapat klinik pengobatan, masjid, taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan gedung serba guna yang dapat dimanfaatkan sebagai lapangan bulu tangkis. Jadi bukan hanya mereka yang tinggal di darat saja yang bisa bermain bulu tangkis, mereka yang tinggal di laut pun bisa memainkan olah raga ini. Meski tidak begitu nyaman tentunya karena menimbulkan suara berdebam yang cukup keras pada lantai papan. Antar rumah warga di perkampungan ini dihubungkan dengan jembatan kayu, yang di beberapa tempat dilengkapi pula dengan atap.
Perkampungan suku Bajo Torosiaje laut ini menawarkan panorama indah. Matahari terbit dan tenggelam yang menimbulkan warna jingga di langit dapat disaksikan dengan indahnya. Perairan di sekitar perkampungan ini juga sangat jenih. Maka tidak heran jika kita dapat dengan mudah melihat ikan-ikan yang berwarna-warni berseliweran dengan indahnya tanpa harus menyelam. Bagi penggemar memancing, perairan di sekitar perkampungan suku Bajo Torosiaje merupakan surga. Ikan baronang yang seolah-olah menawarkan diri tampak jelas berenang-renang disekitar tiang-tiang penyangga rumah. Hanya dengan umpan secuil pisang, ikan bisa dengan sangat mudah didapatkan.
Sebagai desa wisata, perkampungan suku Bajo juga dilengkapi dengan fasilitas penginapan. Ada dua penginapan di perkampungan ini. Satu buah penginapan dibangun oleh Dinas Pariwisata, dan satu lagi milik perseorangan. Pada waktu-waktu tertentu seperti hari raya ketupat, yaitu tujuh hari setelah hari raya Idul Fitri, disini diadakan perayaan dengan aneka perlombaan yang digelar.
Jadi, tunggu apalagi untuk berkunjung ke Torosiaje?