Catatan Hati Muslimah

Dunia Adalah Perhiasan,Sebaik-baik Perhiasan Adalah Wanita Sholehah

Hari ini menahan semua rasa dan emosi…
menahan serta mencoba ertahan dengan semua beban yang menghimpit. 
Entah mengapa, hari ini tak seperti biasanya, seperti bukan diriku yang kukenal. 
Aku merasa diri ini berkecil hati, seakan memulai aksi unjuk rasanya…
menentang semua rutinitas yang selama ini aku lakukan, rutinitas yang aku bangun dengan keoptimisan…meski tak memungkiri terkadang hati menjerit, kesal, mencibir dan mengumpat betapa menyedihkannya hidup ini. ‘Inikah titik lemahku? titik terendahku?

Ya Allah, bantu aku… . Aku ingin terus bertahan! Aku ingin tetap berjuang…
Ya Allah,, Aku Lelah ! terasa tidak mudah perjalanan yang aku tapaki..
perjalanan untuk menuju mimpiku dan untuk membahagiakan orang tuaku.. 

Berat terasa ketika kaki ini melangkah, banyak kerikil-kerikil terhampar di setiap perjalanan..
badai pun terkadang datang menerpa..membuat hati ini goyah.. ingin berhenti dan MENYERAH…

“Ya Allah! aku hanya hambaMu yang hina. 
Aku tidak bisa berbuat apapun kecuali mengharap hanya kepadaMu. 
Jika aku menangis, bukan karna aku tidak ridha dengan takdir dan ketentuanMu, 
bukan karena aku terluka dengan ujianMu, 
bukan juga karena aku berkecil hati denganMu. 
Sedang aku hanya seorang hambaMu yang lemah. 
Yang tidak punya apapun selain tangisan dan air mata, yang menemani setiap duka dan sakitku.

“Ya Allah! Tangis ini adalah pengobat dukaku. 
Air mata ini adalah teman yang paling memahami akan diriku. 
Aku hanyalah seorang hamba yang lelah dalam perjalananku ini. 
Aku sangat penat ya Allah, Penat untuk menangisi segalanya … 
Ampunilah aku ya Allah jika aku tidak beradab denganMu.
 Jika aku ini hambaMu yang tidak tahu berbudi dan tidak pandai bersyukur padaMu.”

“Ya Allah, jadikanlah kesusahan dan ujian ini sebagai pembinaan untuk aku lebih akrab denganMu, lebih mengharap padaMu dan lebih memerlukanMu pada segenap waktu.
Janganlah derita dan kesakitan ini membuatkan aku jauh daripadaMu.”

“Aku ridha ya Allah dengan tadirMu ini. 
Aku terima ini dengan sepenuh jiwa dan ragaku! 
Aku tidak pernah bersangka buruk padaMu, . 
Jika di dunia ini terlalu banyak tangisan untukku, 
andai di dunia ini begitu banyak derita buatku, 
andai di dunia ini tiada kebahagiaan untukku, 
Kau gantilah segalanya itu dengan keindahan syurgaMu di sana.”

Ya Allah, biarlah hati ini yang menatanya, 
Biarlah mulut ini tetap terkunci agar ia tak menyalahkan keadaan, 
agar ia tetap menatap jauh bahwa ia pasti mampu menghadapinya.
sebuah senyum penyemangat bahwa Engkau sungguh Maha Bijaksana telah menempatkan pada posisi yang sulit…Hingga pada akhirnya nanti aku kan tumbuh menjadi seseorang yang lebih baik lagi, lebih bermanfaat dan lebih tangguh dari aku hari ini…

 Shalat Bermanfaat Untuk Ibu Hamil, Berbahaya Bagi Wanita Haid...!!

SHALAT adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam islam, ibadah yang kelak di akhirat dihisab pertama kali. Ibadah yang merupakan dzikir paling besar dan kebutuhan umat Islam terhadap Robbnya. Istirahat ternikmat dalam hidup. 

Kewajiban yang berwujud kebutuhan ini sangat penting bagi manusia. Karena dengannya kita senantiasa mengingat-Nya dan berdoa kepada-Nya. Belum lagi, baru-baru ini ditemukan hikmah dan manfaat yang banyak sekali dari gerakan shalat untuk kesehatan tubuh manusia. Nah, kali ini kita akan mencoba membahas tentang manfaat shalat untuk ibu hamil dan mengapa wanita haid tidak boleh atau diharamkan shalat dan shaum? Ini dia jawaban menurut medis.

Sejumlah studi medis modern membuktikan bahwa gerak badan dan olah raga seperti shalat banyak memberikan manfaat bagi ibu hamil. Namun justru gerak seperti ini berbahaya bagi wanita haid. Mengapa bisa begitu?

Pada saat wanita melaksanakan shalat, dalam gerakan sujud dan ruku’ secara alamiah akan meningkatkan peredaran darah ke rahim. Karena kebutuhan sel-sel rahim dan indung telur seperti sel-sel limpa yang menyedot banyak darah.

Begitu juga saat seorang ibu hamil, rahim membutuhkan darah melimpah agar janin mendapatkan gizi dan untuk membersihkan polusi. Jika seorang ibu hamil menjalankan shalat, aktifitasnya ini akan membantunya mengantarkan darah yang melimpah ke janin.

Sementara wanita yang haid, jika menunaikan shalat, akan menyebabkan banyak darah mengalir ke rahimnya. Akibatnya, ia akan kehilangan darah bersih/baik karena keluar bersama darah haid.
Di masa haid, diperkirakan wanita kehilangan darahnya sebanyak 34 mililiter. Kadar yang sama pada cairan lainnya. Jika wanita haid menunaikan shalat, zat imunitas (kekebalan) di tubuhnya akan hancur. Sebab sel darah putih berperan sebagai imun akan hilang terbawa bersama darah haid.
Mengalirnya darah secara umum akan meningkatkan kemungkinan menularnya penyakit. Namun Allah menjaga wanita haid dari penularan penyakit dengan mengkonsentrasikan sel darah putih di rahim selama masa haid agar menjaga tubuh dan melawan berbagai penyakit.

Jika seorang wanita shalat saat haid, maka ia akan kehilangan darah dalam jumlah banyak. Ini berarti akan kehilangan sel darah putih. Jika ini terjadi maka seluruh organ tubuhnya seperti limpa dan otak akan terserang penyakit.

Mungkin inilah hikmah besar di balik larangan syariat agar wanita haid tidak melaksanakan shalat hingga ia suci. Al-Quran dengan sangat cermat menyebutkan,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.” (Al-Baqarah: 222).

Disamping itu, gerak fisik saat sujud dan ruku’ semakin menambah aliran darah ke rahim dan akan hilang percuma. Lebih dari itu, jika wanita haid shalat maka akan menyebabkan kekurangan zat logam dari tubuh.

Begitu juga dengan larangan shaum pada saat haidh. Para medis menganjurkan agar ketika dalam keadaan haid, wanita banyak beristirahat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Ini sejalan dengan larangan untuk shaum, karena menurut medis agar darah dan logam seperti magnesium dan zat besi dalam tubuh yang berharga tidak terbuang percuma.

Dari Abu Said Al-Hudri, Rasulullah SAW bersabda: ”…Bukankah jika (seorang wanita) haid ia tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda,”Kami diperintahkan untuk mengqadla puasa dan tidak mengqadla shalat.”

Betapa banyak tanda-tanda yang Allah SWT berikan kepada umat manusia supaya berpikir. Allah SWT yang begitu penyayangnya terhadap manusia, sehingga segala hal yang Ia perintahkan dan Ia larang pasti ada hikmah di balik semuanya. Maka apalagi yang kita tunggu dan pertimbangkan untuk segera menaati segala aturan yang telah ditentukan oleh-Nya. 
Wallahu a’lam. [hf/islampos/spiritislam/berbagai sumber]

Hukum memberikan ucapan selamat hari raya

Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan, “Dari Jubair bin Nufair; beliau mengatakan, ‘Dahulu, apabila para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saling bertemu pada hari raya, mereka saling mengucapkan, ‘Taqabbalallahu minna wa minkum.”” (Sanadnya hasan; Fathul Bari, 2:446)

Ibnu Aqil menyebutkan beberapa riwayat. Di antaranya dari Muhammad bin Ziyad; beliau mengatakan, “Saya pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu dan beberapa sahabat lainnya. Setelah pulang dari shalat id, mereka saling memberikan ucapan, ‘Taqabbalallahu minna wa minkum.’” (Al-Mughni, 2:250; As-Suyuthi mengatakan, “Sanadnya hasan.”) 

Imam Malik ditanya tentang ucapan seseorang kepada temannya di hari raya, “Taqabbalallahu minna wa minkum,” atau, “Ghafarallahu lana wa laka.” Beliau menjawab, “Saya tidak mengenalnya dan tidak mengingkarinya.” (At-Taj wal Iklil, 2:301).

Ibnu Habib menjelaskan maksud ucapan Imam Malik, “Maksud beliau, saya tidak menganggapnya sebagai sunah dan saya tidak mengingkari orang yang mengucapkannya, karena ucapan itu isinya baik, mengandung doa ….” (Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244)

Syekh Asy-Syabibi mengatakan, “Bahkan, wajib mengucapkan ucapan selamat ketika hari raya, jika tidak mengucapkan kalimat ini menyebabkan permusuhan dan terputusnya hubungan sesama ….” (Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244)

Catatan:
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, dari Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu; bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ucapan selamat di masyarakat ketika id (taqabbalallahu minna wa minkum). Kemudian, beliau menjawab, “Itu perbuatan orang ahli kitab,” dan beliau membencinya. Namun, di dalam sanad riwayat ini ada perawi yang bernama Abdul Khaliq bin Khalid bin Zaid. Kata Imam Bukhari, “Mungkarul hadits (hadisnya tidak diterima),” Abu Hatim menilai, “Dhaif,” An-Nasa’i mengatakan, “Tidak terpercaya,” Ad-Daruquthni mengatakan, “Perawi yang ditinggalkan,” sedangkan Abu Nu’aim mengatakan, “Tidak ada apa-apanya.” (Al-Hawi lil Fatawa, 1:117, karya As-Suyuthi)

Lafal ucapan selamat Idul Fitri yang disarankan para ulama

Dari Jubair bin Nufair; beliau mengatakan, “Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila saling bertemu pada hari raya, saling mengucapkan,

َتقَبَّلَ الله ُمِنَّا وَمِنْكُمْ
Semoga Allah menerima amal kami dan amal kalian.” (Sanadnya hasan; Fathul Bari, 2:446)

Ibnu habib mengatakan, “Yang semisal dengan ini adalah ucapan sebagian orang ketika id, 
عِيدٌ مُبَارَكٌ (Id yang diberkahi), ‘أَحْيَاكُمُ‘ (Semoga Allah memberi keselamatan bagimu), dan semisalnya. Tidak diragukan, bahwa ini semua diperbolehkan.” (Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244)

Imam Malik ditanya tentang ucapan seseorang kepada temannya di hari raya, “Taqabbalallahu minna wa minkum,” atau “Ghafarallahu lana wa laka.” Beliau menjawab, “Saya tidak mengenalnya dan tidak mengingkarinya.” (At-Taj wal Iklil, 2:301)

Syekhul Islam mengatakan, sebagai jawaban atas pertanyaan yang ditujukan kepada beliau, “Ucapan selamat di hari raya antara satu sama lain setelah shalat id (taqabbalallahu minna wa minkum atau ahalallahu ‘alaika dan semacamnya) maka ucapan ini diriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa mereka melakukannya. Sebagian ulama, seperti: Imam Ahmad dan yang lainnya, juga memberi keringanan ….” (Majmu’ Fatawa, 5:430)

Catatan:
Syekh Ali bin Hasan Al-Halabi mengatakan (Ahkamul Idain, hlm. 62), “Adapun ucapan sebagian orang, ‘Kullu ‘amin wa antum bi khairin‘ atau semacamnya adalah ucapan yang tertolak, tidak bisa diterima. Bahkan, ini termasuk dalam larangan dalam firman Allah,

أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ
Apakah kalian hendak mengganti sesuatu yang baik dengan sesuatu yang lebih buruk?‘”

Yang semisal dengan ini adalah ucapan yang tersebar di Indonesia, “Minal aidin wal faizin.” Ucapan ini tidak diriwayatkan dari para sahabat maupun ulama setelahnya. Ini hanyalah ucapan penyair di masa periode Al-Andalusi, yang bernama “Shafiyuddin Al-Huli”, ketika dia membawakan syair yang konteksnya mengkisahkan dendang wanita di hari raya. (Dawawin Asy-Syi’ri Al-’Arabi ‘ala Marri Al-Ushur, 19:182)

Oleh karena itu, tidak selayaknya semacam ini diikuti dan dijadikan kebiasaan.  

Allahu a’lam.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Tidak ada yang melarang manusia untuk beribadah. Sampaikan dia dalam kondisi berhalangan karena haid atau nifas. Karena bagian dari sifat Pemurahnya Allah, Dia syariatkan beraneka ragam jenis ibadah bagi hamba-Nya. Diantara hikmah adanya hal ini,

  1. Mereka bisa melakukan banyak ketaatan kepada Allah secara bergantian. Sehingga bolak-baliknya manusia, selalu dalam keataatan kepada Allah.
  2. Manusia tidak bosan karena melakukan satu jenis ibadah.
  3. Bagi orang yang berhalangan ibadah tertentu, dia bisa melakukan ibadah lainnya.
Haid dan nifas bukan penghalang untuk melakukan ibadah. Ada banyak aktivitas ibadah yang bisa dilakukan oleh wanita yang sedang haid atau nifas. Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Amalan Wanita Haid

Mendengarkan kajian islam, atau mendengarkan bacaan (murattal) al-Quran, terasuk ibadah. Dan mendengarkan kajian atau murattal, tidak disyaratkan harus suci dari hadats besar maupun kecil. Orang bisa melakukannya sekalipun dalam kondisi haid atau nifas.

Bagaimana jika di masjid?
Bagian ini yang diperselisihkan ulama. Mayoritas ulama melarang wanita haid duduk lama di masjid, meskipun untuk kajian islam. Sementara sebagian ulama membolehkan wanita masuk masjid. Diantara alasannya,

Dalil pertama: Disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari, bahwa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada seorang wanita berkulit hitam yang tinggal di masjid. Sementara, tidak terdapat keterangan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan wanita ini untuk meninggalkan masjid ketika masa haidnya tiba.

Dalil kedua: Ketika melaksanakan haji, Aisyah mengalami haid. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan beliau untuk melakukan kegiatan apa pun, sebagaimana yang dilakukan jamaah haji, selain tawaf di Ka’bah. Sisi pengambilan dalil: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya melarang Aisyah untuk tawaf di Ka’bah dan tidak melarang Aisyah untuk masuk masjid. Riwayat ini disebutkan dalam Shahih Bukhari.

Dalil ketiga: Disebutkan dalam Sunan Sa’id bin Manshur, dengan sanad yang sahih, bahwa seorang tabi’in, Atha bin Yasar, berkata, “Saya melihat beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk-duduk di masjid, sementara ada di antara mereka yang junub. Namun, sebelumnya, mereka berwudhu.” Sisi pemahaman dalil: Ulama meng-qiyas-kan (qiyas:analogi) bahwa status junub sama dengan status haid; sama-sama hadats besar.

Dalil keempat: Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepadanya, “Ambilkan sajadah untukku di masjid!” Aisyah mengatakan, “Saya sedang haid.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, haidmu tidak berada di tanganmu.” (HR. Muslim). Sebagian ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil tentang bolehnya wanita haid masuk masjid.

Imam al-Albani pernah ditanya tentang hukum mengikuti kajian di masjid bagi wanita haid. Jawaban beliau,

نعم يجوز لهن ذلك ، لأن الحيض لا يمنع امرأة من حضور مجالس العلم ، ولو كانت في المساجد ، لأن دخول المرأة المسجد ، في الوقت الذي لا يوجد دليل يمنع منه

Ya, mereka boleh kajian di sana. Karena haid tidak menghalangi wanita untuk menghadiri majlis ilmu, meskipun di masjid. Karena masuknya wanita ke dalam masjid di satu waktu, tidak ada dalil yang melarangnya. (Silsilah Huda wa an-Nur, volume: 623).

Allahu a’lam.

Sumber : konsultasisyariah.com

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan ada seorang yang masuk masjid, kemudian mengerjakan shalat. Seusai shalat, orang ini datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu berada di dalam masjid. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang ini untuk mengulangi shalatnya, karena tadi batal. Beliau lakukan hal ini sebanyak 3 kali. Setelah merasa kebingungan shalatnya terus dinilai salah, orang ini meminta agar diajari, 

عَلِّمْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ
”Ajarilah aku, wahai Rasulullah.”

Hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan tata cara shalat minimal, yang bernilai sah secara syariat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya,

 إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ

”Apabila kamu hendak shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap kiblat, lalu lakukanlah takbiratul ihram. Kemudian bacalah ayat al-Quran yang kamu hafal.” (HR. Bukhari 6251 danMuslim 397).

Hadis ini sering diistilahkan para ulama dengan hadis al-musi’ shalatahu [المسيء صلاته], hadis orang yang shalatnya salah. Hadis ini menjadi hadis standar tentang tata cara shalat yang sah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cara shalat sederhana yang bernilai sah secara syariat.

Kita bisa perhatikan dalam hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada sahabat tersebut, agar ketika hendak shalat, dia bersiap dengan wudhu sempurna dan menghadap kiblat. Selanjutnya langsung bertakbir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan bacaan apapun sebelum takbiratul ihram.

Andai ada bacaan yang dianjurkan sebelum takbiratul ihram, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengajarkannya.

Dalam kitab al-Mughni, Ibnu Qudamah menukil keterangan Imam Ahmad,

قيل لأحمد‏:‏ قبل التكبير يقول شيئا‏؟‏ قال‏:‏ لا، يعنى ليس قبله دعاء مسنون إذ لم ينقل عن النبي – صلى الله عليه وسلم- ولا عن أصحابه

Imam Ahmad pernah ditanya: ’Sebelum takbiratul ihram, ada bacaan tertentu?’ Jawab Imam Ahmad: “Tidak ada.”
Maksud Imam Ahmad, tidak ada doa apapun yang dianjurkan sebelum takbiratul ihram. Karena tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula para sahabat. (al-Mughni, 1/330)

Ibnul Qoyim dalam Zadul Ma’ad menegaskan,

كان صلى الله عليه و سلم إذا قام إلى الصلاة قال : [ الله أكبر ] ولم يقل شيئا قبلها

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memulai , beliau membaca ”Allahu akbar”, dan tidak membaca apapun sebelumnya. (Zadul Ma’ad, 1/194).

Demikian,

Allahu a’lam

Sumber : konsultasisyariah.com

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Pertama, Allah menurunkan nikmat pakaian dengan dua fungsi, sebagai penutup aurat dan sebagai hiasan,

  يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. (QS. Al-A’raf: 26)

Gambar tengkorak adalah gambar menakutkan, yang jauh dari karakter hiasan. Karena itu, adanya gambar tengkorak di baju, tidak sesuai dengan tujuan Allah menurunkan pakain bagi Bani Adam. Terkecuali jika tabiat orang ini telah terjungking, sehingga sesuatu yang menakutkan justru menjadi perhiasan baginya.

Kedua, Allah mengajarkan kepada kita untuk berlindung dari setan.

وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ. وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Katakanlah: “Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.” 
(QS. Al-Mukminun: 97 – 98)

Seperti yang kita tahu, gambar jin, iblis, tengkorak, hantu, dst.. adalah lambang ’setan’.
Sementara memajang gambar sesuatu di kaos atau di baju, termasuk bentuk membanggakan apa yang tertera di gambar itu.

Jika Allah perintahkan kita untuk berlindung dari setan, akankah kita justru memajang gambarnya?

Ketiga, Islam mengajarkan kita agar pakaian yang kita gunakan itu sederhana, sehingga tidak mengundang perhatian orang lain.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ

Siapa yang memakai pakaian syuhrah, maka kelak di hari kiamat Allah akan memberinya pakaian kehinaan. (HR. Ibnu Majah 3606 dan dishahihkan al-Albani).

Yang dimaksud pakaian syuhrah adalah pakaian yang sangat tidak dikenal masyarakat, sehingga menimbulkan perhatian banyak orang.

Baju bergambar tengkorak, jelas mengundang perhatian, sehingga bertentangan dengan hadis di atas.

Keempat, islam mengajarkan agar dalam berpakaian atau kegiatan apapun, agar kita tidak meniru ciri khas orang kafir atau orang yang tidak baik.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia bagian dari kaum itu.” (HR. Ahmad 5115, Abu Daud 4031 dan dishahihkan al-Albani).

Seperti yang kita tahu, umumnya yang menggunakan pakaian dengan gambar tengkorak, iblis, setan, dst. adalah mereka yang jarang wudhu, jarang shalat, pecandu musik underground, preman, anak pank yang tidak tahu jalan pulang, dst. Bahkan semacam ini telah menjadi ciri khas mereka.
Sebagai orang mukmin yang baik, tentu kita sangat tidak ingin disamakan dengan mereka. Sementara hadis di atas menyatakan orang yang meniru ciri khas sekelompok orang tertentu, dia dianggap bagian dari kelompok itu.

Kelima, Mengingat berbagai pertimbangan di atas, tidak selayaknya seorang muslim menggunakan pakaian bergambar tengkorak, gambar hantu, iblis, atau gambar jorok.
Khusus untuk kaos bergambar tengkorak, ini pernah ditanyakan kepada Dr. Ahmad al-Hajji – anggota lembaga fatwa Kuwait -. Jawaban beliau sangat ringkas,

فلا ينبغي للمسلم لبسه. والله تعالى أعلم.

Tidak selayaknya bagi seorang muslim memakainya.
Allah a’lam..

Sumber: http://www.islamic-fatwa.com/fatawa/index.php?module=fatwa&id=56255

♥ Kunjungan ♥

♥ My Twitter ♥

♥ Pengikut ♥

Diberdayakan oleh Blogger.

Sepintas tentangKU

Foto saya
Saya adalah sosok Manusia biasa yang pasti punya kelebihan & k'kurangan yang di ciptakan Allah tuk mencari KeridhoanNya serta mempunyai ribuan cara tuk mencapai kerinduan yang selama ini ku tanam

Kutipan Hikmah

Bukalah kedua matamu pada alam semesta ini maka kamu akan melihat indahnya keindahan.

Bukalah hatimu untuk melihat rahasia-rahasia keindahan ini maka kamu akan melihat kehidupan ini berbunga-bunga.

Selamilah kehidupan dalam sanubarimu maka kehidupan tersebut akan menjadi milikmu seluruhnya.

Satukan hatimu padaku maka aku akan menyatukan akalku padamu. Berikan tanganmu kepadaku maka sungguh aku berharap dapat memberimu kehidupan yang damai lagi bahagia dengan seizin Allah.

Bukalah dadamu, aku akan memenuhinya dengan kehangatan, cinta dan kejujuran.

Bersamalah denganku supaya aku menjadi milikmu dan sebagaimana yang kamu cintai.Berikan kepadaku air mata yang akan menghidupkan hatimu dan menghibur jiwamu.

“Ketika Allah menciptakan akal, Ia berfirman kepadanya: “Kemarilah!” Ia pun menghadap. Ia berfirman kembali: “Mundurlah!” Ia pun mundur. Kemudian Ia berfirman: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih Kucintai darimu, dan Aku tidak akan menyempurnakanmu kecuali bagi orang yang Kucintai. Semua perintah, larangan, siksa dan pahala-Ku
tertuju kepadamu”

“Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu’.” Salah seorang bertanya kepada Imam, “Apakah tanda-tanda tawadhu’ itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya kau senang pada majlis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran.” (Hadits Imam Ja‘far as)


“(Jika sesuatu digabung dengan yang lain), tidak ada gabungan yang lebih indah dari kesabaran yang digabung dengan ilmu”.
Sebab air mata kita adalah tinta untuk berfikir. Ungkapan-ungkapan kita teguh diatas prinsip dan tangisan kita senantiasa berada diatas Manhaj.

Bila kita menuntun hati kita dengan cinta kepada selain yang layak dicintai, maka kita kehilangan milik kita yang paling kita banggakan.

Bila kita sedang mencari-cari tempat keberadaan cinta itu, sedangkan kita menyangka keberadaannya, sesungguhnya kita perlu untuk mencintai tapi tidak berlebih-lebihan, menyenangi tapi tidak berlebihan dan rindu tapi dengan pembatasan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barang siapa yg sdang di smpitkan rezkinya, sdang punya bnyak masalah, sedang punya keinginan. Gampang kata ALLAH, cobalah sedekah! ALLAH akgn bikin yang sulit bisa jdi mudah. (Q.S Ath-Thalaq ayat 7)

Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S Ali 'Imran ayat 147)

"Tidak sempurna iman seseorang diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (Bukhari - Muslim)


Dari 'Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang mengambil hak orang lain walau sejengkal tanah akan dikalungkan hingga tujuh petala bumi." (Bukhari - Muslim)

Dari Musa al-Asy'ari r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda, "Seseorang itu akan berkumpul bersama orang yang dikasihinya." (Bukhari - Muslim)


Dari Adiyyi bin Hatim ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Bersedekahlah supaya engkau diselamatkan dari api neraka walaupun hanya sebagian dari sebuah kurma." (Bukhari)


Dari Anas r.a. berkata: Nabi saw bersabda,"Ya Allah,sesungguhnya tidak ada kehidupan yg sebenarnya kecuali kehidupan akhirat." (Bukhari - Muslim)