Catatan Hati Muslimah

Dunia Adalah Perhiasan,Sebaik-baik Perhiasan Adalah Wanita Sholehah

Tak sedikit rasanya di antara kita yang pernah jatuh terjerembab ke dalam jaring-jaring jerat internet. Ya Allah, selamatkanlah kami semua.


Suatu hari aku dan Abdurrahman, anakku, pergi mengunjungi rumah salah seorang sahabatku. Saat itu aku sedang perlu mempergunakan komputernya. Sementara ia sedang sibuk menyiapkan teh untuk kami. Kubuka program word yang biasa dipergunakan untuk mengetik. Ketika aku mulai ingin bekerja, Abdurrahman anakku mulai menggangguku dengan bermain-main dengan komputer itu. Ia ingin agar aku memutar nasyid yang biasa dibuka melalui program real player. Dia pikir nasyid yang sama ada di komputer tersebut. Kucoba untuk memberi pengertian kepadanya bahwa nasyid tersebut tidak ada di dalam komputer ini. Namun ia tetap ngotot agar aku tetap mencoba untuk mencarinya. Akhirnya kusuruh ia untuk mencari sendiri. Abdurrahman memang sudah mengetahui bagaimana cara membuka folder nasyid dan tilawah serta beberapa ceramah yang biasa ia dengar melalui komputer di rumah kami.

Dan ketika dia sedang asyik mencari-cari file yang diinginkannya, kulihat sebuah folder bertuliskan di bawahnya “kapal laut”, langsung saja kukatakan kepadanya mungkin itu programnya atau minimal ada gambar kapal di dalamnya. Selagi aku masih berfikir tentang file yang ada di dalam folder itu, ia langsung saja membukanya. Dan ternyata, la haula wala quwwata illa billah! Ternyata folder itu berisikan file gambar porno, gambar orang yang sedang melakukan perzinahan. Abdurrahmaan langsung diam terpaku di hadapan monitor. Sementara jantungku langsung berdetak dengan kencangnya. Urat leherku bergetar dibuatnya. Apa yang harus kuperbuat? Aku tak sanggup mengendalikan diriku pada saat itu kecuali satu hal, kututup matanya dengan paksa sementara tanganku yang lainnya kuletakkan di layar monitor untuk menutup gambar tersebut. Sesaat kemudian langsung kumatikan komputer itu.

Begitu terkejutnya diriku. Tak saanggup rasanya kulihat wajah Abdurrahman. Jantungku masih saja berdetak dengan kencang. Berbagai pertanyaan bercampur gelisah melintasi benakku. Apa yang harus kuperbuat? Apa yang harus kukatakan padanya? Bagaimana caranya agar aku bisa mengeluarkannya dari kubangan lumpur yang baru saja ia lihat ini?bagaimana…?
Ketika fikiranku masih dilandaa kegalauan semacam itu, tiba-tiba Abdurrahman berpaling menghadapku dan berkata:

“Pamanku ini bukanlah orang yang baik, padahal ayah selalu berpesan agar senantiasa bergaul dengan orang-orang yang baik. Bagaimana ayah bisa bersahabat dengan orang ini? Ayah harus berjanji untuk tidak mengajaknya berbicara lagi setelah ini.” Kata-katanya ini bagaikan salju yang mampu sedikit mendinginkan hatiku yang sedari tadi terasa panas. Langsung saja kuraih dia dan kuciumi kepalanya. Kukatakan kepadanya kalau aku tidak akan bersahabat dengan orang-orang yang buruk, namun kuminta agar ia melakukan sesuatu untukku.

“Apa itu ayah?” tanyanya.
“Bilang sama pamanmu kalau gambar ini haram!!!” sahutku. Abdurrahman langsung mendatangi sahabatku yang sedang berada di dapur.
“Paman, bolehkah aku tanya sesuatu?” katanya kepada sahabatku yang sedang menyiapkan teh untuk kami. Ia memang sangat menyayangi Abdurrahman. Mendengar pertanyaan tersebut ia langsung memberikan responnya sambil tetap sibuk menyiapkan teh untuk kami.

“Ada apa Abdurrahman?” tanyanya balik.
“Paman, apakah engkau mencintai Allah?”
“Memang ada orang yang tidak cinta kepada Tuhannya?” sahut temanku tadi sambil menoleh ke arahnya.
“Dan engkau berharap agar Allah mencintaimu?” lelaki itu pun langsung memalingkan tubuhnya dan meletakkan apa yang ada di tangannya.
“Mengapa engkau berkata seperti itu, sayang?” tanyanya sambil mengusap kepala Abdurrahman.
“Paman, di dalam komputer paman terdapat sesuatu yang Allah benci!!!” anakku langsung terdiam setelah itu, ia tampak gugup seakan-akan ia tak tahu apa yang baru saja ia katakan. Mendengar kata-katanya, sahabatku tadi langsung tersentak, diam terpaku. Ia pun mulai mengerti apa yang dikatakan anakku sedari tadi. Segera diraihnya Abdurrahman, kemudian ia peluk erat-erat. Sementara matanya mulai basah dengan tangisan.

“Maafkan aku sayang.” Kembali dipeluknya Abdurrahman.
“Ya Allah, maafkanlah diriku! Ya Allah maafkanlah aku!” terlihat ia masih terus menangis meratapi dirinya.
“Bagaimana aku akan berjumpa dengan-Mu kelak, sementara aku sedang bermaksiat kepadamu…”
Aku segera masuk ke dapur menemui mereka. Sedari tadi aku memang telah mendengarkan percakapan mereka berdua. Namun aku tak tahu apa yang harus kuperbuat. Sesaat kudengar suara Abdurrahman kecilku berkata lagi,
“Paman, kita semua sangat mencintai dirimu, kami ingin agar engkau bersama-sama kami nantinya di surga.” Kini tangisnya semakin menjadi-jadi.
“Anakmu telah menunjukkan jalan hidupku!” katanya sambil mulai menangis lagi. Setelah itu aku sudah tak ingat lagi bagaimana semuanya berlangsung. Yang kuingat saat itu hanyalah bagaimana kami tinggalkan dirinya sementara ia masih saja menangis memohon ampunan kepada Allah. Dering telepon di tengah malam begitu mengejutkan dan membuatku terjaga dari tidurku. Segera aku bangkit dari tempat tidur, kuangkat gagang telepon. Ternyata si penelpon adalah adik temanku yang kukunjungi tadi siang. 
Katanya,“Paman Shaleh, kakakku menginginkan agar anda segera datang sekarang juga bersama anakmu Abdurrahman”.

Segera kutuju kamar Abdurrahman, anakku. Kubangunkan ia dan malam itu juga kami pergi ke rumah sahabatku itu. Hatiku jadi gelisah, apa gerangan yang sedang terjadi.

Setelah kami sampai, kudapati ia sedang menangis seperti saat kami tinggalkan tadi siang. Kuucapkan salam kepadanya. Begitu ia melihat anakku, Abdurrahman, langsung diraihnya anak itu dan kemudian didekapnya dalam-dalam.

“Anak ini yang telah menunjukkan jalan hidupku, dialah yang telah menunjukiku…” kemudian ia pun mulai terlihat komat-kamit sendiri. Sementara ruang kamarnya penuh dengan saudara dan keluarganya. Apa yang terjadi di tengah gemuruh dahsyat ini? Abdurrahman memberitahuku:
“Ayah, paman mengucapkan laa illaha illallah, ia mencintai Allah!” tiba-tiba ia tersungkur dan tak bergerak lagi setelah itu untuk selama-lamanya. Lelaki itu pun wafat di hadapan anakku, Abdurrahman.

Di copas dri blog teman^^

Ikhwan: Ukh, mau nggak jadi pacar halal ana?
Akhwat: Afwan, ana nggak bisa.
Ikhwan: Lho kenapa?
Akwhat: Sekali dibilang nggak bisa ya tetap nggak bisa!
Ikhwan: Ko marah si, Ukh? Ana khan mintanya baik-baik. Tapi antuna malah begitu.
Akhwta: Ya Abis antum begitu.
Ikhwan: Begitu kenapa, Ukh? Yaudah klo gitu, mungkin antum belum faham maksud ana. Begini: Antum khan sholehah, Duhai Ukhti, Menikahlah dengan ana.
Akhwat: Hmm
Ikhwan: Loh ko jawabnya "Hmm"?
Akwhat: Afwan akh, antum udah buat hati ana tidak terjaga.
Ikwhan: Nah makanya itu, jangan ditunda, izinkan ana menikah dengan antuna! :-D
Akhwat: Afwan ya Akh, ana udah punya calon Suami.
Ikhwan O_o O_o O_o Ohh begitu ya, Ukh. yaudah kalo gitu, cariin ana akhwat yang mirip antuna y? Mau khan? :-D
Akhwat: Ehm.. Gimana Yha? "Yang sama Nggak ada, yang lebih baik banyak" Insya Allah ^^
:-D :-D :-D

Masya Allah^^

Salam Santun dan Senyum
Akhina Ifa Uhibbukum Fillah

*Sangat tidak Diperkenankan untuk Ditiru. Hanya sekedar Intermezzo*

Untuk direnungkan dan diambil pelajaran...



Kisah ini saya dapat via email dari seseorang yang sudah cukup lama sekitar 5 tahun yang lalu. Tiba-tiba saya teringat dan saya posting, spesial untuk para Sahabat semua.

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. "Why not the best," katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika. Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.

Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang "selevel"; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Setulusnya saya pernah bertanya,

"Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? "

Dengan sigap Rani menjawab,

"Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!"

Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadwal Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.

"Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti."

Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "memahami" orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya "malaikat kecilku".

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. "Alif ingin Bunda mandikan," ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan.

"Bunda, mandikan aku!" kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. "Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency." Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya.

Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. "Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif," ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara.

Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, "Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?" Saya diam saja. Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong.

"Ini konsekuensi sebuah pilihan," lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat.

Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. "Aku ibunyaaa!" serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. "Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif.." Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya,ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

♥ Kunjungan ♥

♥ My Twitter ♥

♥ Pengikut ♥

Diberdayakan oleh Blogger.

Sepintas tentangKU

Foto saya
Saya adalah sosok Manusia biasa yang pasti punya kelebihan & k'kurangan yang di ciptakan Allah tuk mencari KeridhoanNya serta mempunyai ribuan cara tuk mencapai kerinduan yang selama ini ku tanam

Kutipan Hikmah

Bukalah kedua matamu pada alam semesta ini maka kamu akan melihat indahnya keindahan.

Bukalah hatimu untuk melihat rahasia-rahasia keindahan ini maka kamu akan melihat kehidupan ini berbunga-bunga.

Selamilah kehidupan dalam sanubarimu maka kehidupan tersebut akan menjadi milikmu seluruhnya.

Satukan hatimu padaku maka aku akan menyatukan akalku padamu. Berikan tanganmu kepadaku maka sungguh aku berharap dapat memberimu kehidupan yang damai lagi bahagia dengan seizin Allah.

Bukalah dadamu, aku akan memenuhinya dengan kehangatan, cinta dan kejujuran.

Bersamalah denganku supaya aku menjadi milikmu dan sebagaimana yang kamu cintai.Berikan kepadaku air mata yang akan menghidupkan hatimu dan menghibur jiwamu.

“Ketika Allah menciptakan akal, Ia berfirman kepadanya: “Kemarilah!” Ia pun menghadap. Ia berfirman kembali: “Mundurlah!” Ia pun mundur. Kemudian Ia berfirman: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih Kucintai darimu, dan Aku tidak akan menyempurnakanmu kecuali bagi orang yang Kucintai. Semua perintah, larangan, siksa dan pahala-Ku
tertuju kepadamu”

“Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu’.” Salah seorang bertanya kepada Imam, “Apakah tanda-tanda tawadhu’ itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya kau senang pada majlis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran.” (Hadits Imam Ja‘far as)


“(Jika sesuatu digabung dengan yang lain), tidak ada gabungan yang lebih indah dari kesabaran yang digabung dengan ilmu”.
Sebab air mata kita adalah tinta untuk berfikir. Ungkapan-ungkapan kita teguh diatas prinsip dan tangisan kita senantiasa berada diatas Manhaj.

Bila kita menuntun hati kita dengan cinta kepada selain yang layak dicintai, maka kita kehilangan milik kita yang paling kita banggakan.

Bila kita sedang mencari-cari tempat keberadaan cinta itu, sedangkan kita menyangka keberadaannya, sesungguhnya kita perlu untuk mencintai tapi tidak berlebih-lebihan, menyenangi tapi tidak berlebihan dan rindu tapi dengan pembatasan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barang siapa yg sdang di smpitkan rezkinya, sdang punya bnyak masalah, sedang punya keinginan. Gampang kata ALLAH, cobalah sedekah! ALLAH akgn bikin yang sulit bisa jdi mudah. (Q.S Ath-Thalaq ayat 7)

Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S Ali 'Imran ayat 147)

"Tidak sempurna iman seseorang diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (Bukhari - Muslim)


Dari 'Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang mengambil hak orang lain walau sejengkal tanah akan dikalungkan hingga tujuh petala bumi." (Bukhari - Muslim)

Dari Musa al-Asy'ari r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda, "Seseorang itu akan berkumpul bersama orang yang dikasihinya." (Bukhari - Muslim)


Dari Adiyyi bin Hatim ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Bersedekahlah supaya engkau diselamatkan dari api neraka walaupun hanya sebagian dari sebuah kurma." (Bukhari)


Dari Anas r.a. berkata: Nabi saw bersabda,"Ya Allah,sesungguhnya tidak ada kehidupan yg sebenarnya kecuali kehidupan akhirat." (Bukhari - Muslim)